By: Rizal Fathurrohman, M.Pd

Fenomena karakter siswa di sekolah yang semakin berani melawan guru, berbicara kasar, mengabaikan arahan, hingga tidak menghormati aturan, merupakan persoalan serius dalam dunia pendidikan Indonesia. Tidak hanya itu, sebagian guru juga mulai melewati batas etika profesional, seperti menunjukkan sikap otoriter, kekerasan verbal bahkan fisik, atau kurang menunjukkan keteladanan moral. Dua fenomena ini saling berkaitan dan mencerminkan adanya kesenjangan dalam proses pendidikan karakter. Dalam konteks ini, Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran sentral untuk mengembalikan hubungan pendidikan kepada ruh adab sebagaimana digariskan dalam karya klasik Al Zarnuji Ta’lim al Muta’allim.

Al Zarnuji menegaskan bahwa keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada kecerdasan atau metode mengajar, tetapi sangat terkait dengan adab, baik adab murid terhadap guru maupun adab guru terhadap murid. Menurutnya, hilangnya adab akan melahirkan hilangnya keberkahan ilmu. Karena itu, fenomena siswa yang berani pada guru sesungguhnya merupakan indikator rapuhnya pendidikan adab sejak dini. Lingkungan keluarga, budaya digital, dan lemahnya keteladanan sosial turut mempercepat degradasi ini. Pendidikan Agama Islam di sekolah perlu hadir tidak hanya sebagai mata pelajaran kognitif, tetapi sebagai pembentuk sikap yang menanamkan penghormatan, kesantunan, dan kesadaran spiritual dalam diri siswa.

Dari sisi siswa, Ta’lim al Muta’allim mengajarkan bahwa murid harus menunjukkan tawaduk, hormat, dan kesopanan kepada guru. Sikap-sikap ini bukan bentuk kepatuhan buta, tetapi langkah pembukaan hati agar ilmu dapat masuk dengan penuh keberkahan. Ketika siswa berani membantah guru dengan cara yang tidak pantas, itu tidak hanya merusak hubungan pedagogis, tetapi juga memutus mata rantai keberkahan ilmu. PAI memiliki tugas untuk menginternalisasi nilai adab ini melalui pembelajaran berbasis keteladanan, dialog reflektif, serta penguatan budaya sekolah yang menempatkan guru sebagai sosok yang dihormati namun tetap manusiawi.

Di sisi lain, Al Zarnuji juga menekankan adab guru, termasuk pentingnya kasih sayang, kesabaran, kejujuran, dan menghindari kekerasan. Guru ideal adalah sosok yang mengajar dengan niat tulus, tidak menyinggung harga diri murid, serta memberi bimbingan dengan kelembutan. Fenomena guru masa kini yang melewati batas, baik dengan kekerasan, sikap kasar, atau perilaku tidak layak, mencerminkan hilangnya adab profesi. PAI berperan memberi kesadaran baru kepada guru bahwa posisi mereka bukan hanya instruktur, tetapi penuntun akhlak yang keteladanannya menjadi pendidikan itu sendiri.

Dalam situasi seperti ini, keberadaan lembaga pendidikan tinggi yang memperkuat kualitas calon guru PAI menjadi sangat penting. Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Alma Ata Yogyakarta hadir sebagai salah satu lembaga yang berkomitmen mencetak pendidik profesional, berkarakter, dan berlandaskan nilai adab. Melalui kurikulum yang integratif dan pembinaan etika keguruan, Prodi PAI Universitas Alma Ata mempersiapkan calon guru yang mampu menjawab tantangan degradasi moral di sekolah masa kini. Informasi mengenai Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) dapat diakses melalui laman resmi Universitas Alma Ata bagi calon mahasiswa yang ingin berkontribusi dalam dunia pendidikan Islam.

Dengan demikian, urgensi Pendidikan Agama Islam dewasa ini adalah menegakkan kembali adab murid dan adab guru sebagai inti pembelajaran. Melalui internalisasi nilai-nilai Al Zarnuji dan penguatan lembaga pendidikan yang menyiapkan guru berkualitas, hubungan antara guru dan siswa dapat kembali harmonis, berwibawa, dan penuh keberkahan.